"Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menghibur, membuka wawasan, dan mengedukasi.
Tulisan ini samasekali tidak bertujuan untuk membuat baper, kebakaran jenggot,
apalagi menyulut kompor bersumbu pendek."
Opening Dulu
Faktanya, biarpun sehari-hari ngomong bahasa
Indonesia, banyak juga khalayak ramai yang masih belum paham sepenuhnya konsep SPOK
bahasa Indonesia. Kadang, banyak yang masih ora mudeng dalam mengidentifikasi
posisi Subjek, Objek, dan kata keterangan, sehingga timbul kerancuan dalam pemahaman
makna kalimat. Kerancuan bahasa ini sempat heboh di suatu negeri, dimana tempo
lalu itu banyak orang yang berlomba-lomba menjadi pakar bahasa.
Gue cuma sekedar sharing pengetahuan bahasa gue yang masih dasar dan jauh dari sempurna ini, yang gue pernah pelajari di bangku sekolahan. Draft
tulisan ini sebenarnya juga sudah tersimpan lama banget, sama lamanya saat terjadi kasus gagal
paham massal yang bombastis di “suatu negeri”. Sampai terdengar beritanya di
dunia internasional juga, lho.
So, opini yang
dishare ini sudah gue edit dengan gaya penulisan yang lebih santun. Sangat santun. Udah paling
santun :p Hanya membahas samar-samar tentang topik utamanya yang diselingi
sedikit humor satir. (Tapi, maap kalo crispy
bak kulit ayam kaefci) Soalnya kalo terlalu 'terbuka', jaman sekarang upload apa aja serba viral dan tercyduk.
Pssst!
Oke, Let’s learn together.
Pasif VS Aktif
Kalian bisa membedakan kalimat pasif dan aktif?
Kalau gue tulis:
Amir
ditimpuk batu
= kalimat pasif (O-P-S)
Kalian setuju?
Ya, kalimat diatas adalah contoh kalimat pasif. 100 buat
yang setuju sama gue.
Next step. Apa makna
kalimat diatas?
Walau sebenarnya,
makna yang ditangkap oleh orang yang menyebut kalimat itu benar mungkin bisa keliru
dari makna kalimat yang sebenarnya. *Bacanya pelan-pelan* :p
Kalau gue baca, makna kalimat itu masih rancu alias
belum benar-benar jelas.
Kenapa gitu? Simple saja sih untuk memahami makna
sebuah kalimat. Coba ubah sebuah kalimat kedalam bentuk pasif dan aktif secara
bersamaan, lalu bandingkan. Cara ini sekaligus untuk mengetes apakah sebuah kalimat sudah benar
atau belum secara tata bahasa dan apakah maknanya sudah tepat.
Setelah diubah ke bentuk aktif, aneh gak maknanya?
Amir
ditimpuk batu.
= kalimat pasif (O-P-S)
Batu menimpuk Amir. = kalimat aktif (S-P-O) → Batunya hidup (?)
Mungkin, ‘batu’ disini maksudnya adalah Geodude pokemon.
Batu yang ternista |
Terasa ganjil?
Cie elah. Ganjil~ Formal beud. #slapped
Kalau kalimatnya memang
seperti itu, maka benar yang bersalah adalah si Batu. Si batu itu biang
keroknya (subjek) sehingga kepala si Amir berdarah.
Batu itu yang menimpuk Amir. Batu itu nista =.=a
Tapi secara makna, kalimat seperti itu pasti gak masuk
akal.
Di dunia nyata dan dalam konteks pembicaraan ini, kalian
pasti gak berfikir kalau Batu nya yang bersalah, kan?
Jadi, kalau kalian mau cerita peristiwa penimpukan
tadi ke geng arisan, kalimat yang tidak rancu adalah:
Amir ditimpuk pakai
batu
(bentuk baku: memakai,
menggunakan batu)
Kalimat ini menegaskan
Amir sebagai objek penderitanya dan
batu sebagai keterangan alatnya,
alih-alih sebagai subjek kalimat.
Jadi, apakah si batu yang bersalah? Apakah si batu
yang nista? Yakaliii~ Jangan salahkan batu. Batu hanyalah alat yang dipakai
pelaku sebenarnya untuk menimpuk Amir. Hiks, kasian Amir :(
Gue kagak menistakan batu. Gue disini membela batu.
Karena emang bukan batu yang nista!
Lalu, siapa sih yang tega banget nimpuk Amir pakai
batu?
Nah, kita cari Subjek pelaku yang jadi biang keroknya
Jangan Gagal Paham
Kalimat tadi sebenarnya merupakan kalimat yang belum
legkap (belum terpenuhi semua unsur SPOK)
Biar tidak ada kerancuan, baiknya kalimat tadi menjadi
seperti ini:
Amir ditimpuk pakai batu oleh Udin = kalimat pasif
(O-P-Keterangan-kata
depan-S)
Nah, Udin lah biang
keroknya. Nista kau Udin! Tercyduk kau!
Tapi, masih ada yang beranggapan bahwa batunya yang
salah karena menimpuk Amir. Pemahaman seperti ini yang namanya Penistaan
terhadap batu. (plus ngaco)
Mana ada batu menimpuk manusia~ Kzl
Adanya, manusia yang menggunakan batu sebagai alat
untuk menjatuhkan korban. Perbuatan manusia itulah yang nista.
Eh, siapa sih “Udin”
yang awalnya gak di-mention itu?
You guess by yourself J
Kesimpulannya,
Objek penderita = Amir. Subjek pelaku = Udin.Batu = keterangan benda atau alat
Belajar Memahami Konteks
Oke, kita coba pakai
kalimat lain.
Anak kecil dibodohi pakai
gadget.
Adakah yang menangkap
maknanya menjadi seperti ini?
Gadgetlah yang jahat.
Gadget membodohi anak
kecil.
Sayangnya, seperti
itulah yang sering terjadi. Kita tidak betul-betul menyimak tiap hal yang kita
dengar dan kita baca. Kita juga terlalu menikmati bacaan yang sepotong-sepotong yang
penting seru dan akhirnya ikutan terbawa suasana. Menyimak itu artinya mendengar dengan
seksama dengan tidak sambil lalu.
Saat mendengar pernyataan barusan, apakah kita
langsung kritis bertanya, siapa yang ngebolehin anak itu kebanyakan main gadget
sehingga bodoh? Bukankah orangtua atau kakaknya yang jahat? Bukan
gadget-nya. Jadi, dalam konteks pembicaraan anak-anak dan gadget, gak salah kan
kalau gue memperjelas kalimat tadi menjadi:
Orang dewasa membodohi anak kecil pakai gadget.
Tapi sebenarnya,
walaupun sebuah kalimat itu belum lengkap (tidak menyebutkan siapa subjeknya),
sebagai manusia yang mempunyai akal dan pikiran, kita semua juga pastilah diberi
kemampuan menganalisa oleh Tuhan. Tergantung kita, apakah mau digunakan atau tidak akal
sehat yang diberikan oleh Tuhan itu.
*Sekedar perumpamaan*
Batu tidak bisa berbuat apa-apa. Batu yang tergeletak
tak ubahnya benda mati yang tidak punya kuasa apapun. Batu itu barulah punya
kuasa dan berfungsi sesuai dengan siapa yang menggunakannya. Simpelnya, fungsi suatu benda tergantung pada benda itu jatuh ditangan siapa. (Seperti contoh gadget tadi)
Batu bisa menjadi alat bantu kejahatan efektif di
tangan jahat Udin yang tidak peduli fungsi sebenarnya dari batu itu karena dia hanya
tau mengejar kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan sesamanya, si Amir. Tapi,
batu bisa menjadi berfaedah dan membawa manfaat bagi orang banyak di tangan
tukang bangunan yang paham fungsi batu tadi sebagai salah satu pondasi bangunan
yang kokoh.
Semua hal yang bisa kita lihat di bumi ini pun bisa
disalahgunakan oleh pihak tertentu yang rela menghalalkan segala cara demi
mencapai tujuan buruknya.
Batu bisa kalian ganti
dengan hal lain yang sering dipakai untuk tujuan ‘tertentu’.
Kalian juga bisa reimagine
sosok Udin yang jahat dan sosok tukang bangunan yang memang paham per-batu-an.
Last but not least, walaupun
kata yang terucap bibir sudah layak dan pantas, tapi ada hal-hal lain diluar segala
ilmu pengetahuan yang sifatnya gak terkontrol. Benar secara tata bahasa dan baik secara
makna dan tujuan tapi berujung salah dan menista. Memang di dalam kondisi
sosial tertentu yang tidak kondusif, menjadi tidak ‘dibenarkan’ dan tidak ‘dianggap
baik’ bisa saja terjadi.
Wait, cukup sudah dengan batu, Udin, Amir, dan nista.
Cukup juga kata-kata mutiaranya :p
Masih ada yang menggantung.
Kasus apa sih yang cetar membahana di satu antero negeri
itu?
Negeri apa?
Wakanda?
.
.
.
.
Yup, land of King T’Challa
*kidding*
Coz, di negeri ini kan lagi heboh bahasa Wakanda pas
perang lawan pasukan Thanos
Nippon Paint! Nippon Paint! :p
Jadi, udah ketebak deh kejadian heboh apa yang gue
maksud.
Masih ada yang belom
ngeh? Cukuplah kalian menebak-nebak sendiri.
Toh, sebagai netijen yang budiman kita semua sudah
terbiasa lebih senang menebak-nebak sesuatu terlebih dahulu sebelum tau
kebenarannya kan. Kita suka sesuatu yang masih ‘katanya’ dan belum tentu fakta
alias Gosip. Termasuk gue. Karena yang digosok itu semakin sip(?)
Salam,
Wakanda Forevaaa!
***
FYI. Tulisan tadi mostly
inspired by pelajaran kuliah yang tiba-tiba muncul di otak gue, lho. Bukan SMP atau SMA. Ya,
Kuliah. Bayangin! Kuliah jurusan Ekonomi masih ada aja ujian bahasa Indonesia. Ahahaha.
But, I thank my Bahasa
lecturer for teaching me such interesting linguistic knowledge. Now, I know the
truth :p
Bahkan, tulisan panjang lebar ini sebenarnya cuma
pelajaran dasar Bahasa Indonesia di tingkat Sekolah Dasar yang seharusnya
sederhana dan sudah dipahami oleh semua penutur Bahasa Indonesia, terlebih lagi
warga Indonesia. Intinya, simple aja. Dalam melihat suatu gonjang-ganjing yang
terjadi di negeri ini, gue berusaha menimbulkan semangat berfikir netral di
depan, buka hati, buka pikiran, dan jangan cepat menghakimi di akhir.
0 comments:
Post a Comment
Komentar Anda