Powered By Blogger
Feeling, Writing, and Sharing...
Peek-a-Boo to My Notes

Begini Jadinya Saat Makna Bahasa Gagal Dipahami

Saturday, May 12, 2018
"Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan. Tulisan ini dimaksudkan untuk menghibur, membuka wawasan, dan mengedukasi. Tulisan ini samasekali tidak bertujuan untuk membuat baper, kebakaran jenggot, apalagi menyulut kompor bersumbu pendek."

Image result for sinetron meme fiktif belaka

Opening Dulu

Faktanya, biarpun sehari-hari ngomong bahasa Indonesia, banyak juga khalayak ramai yang masih belum paham sepenuhnya konsep SPOK bahasa Indonesia. Kadang, banyak yang masih ora mudeng dalam mengidentifikasi posisi Subjek, Objek, dan kata keterangan, sehingga timbul kerancuan dalam pemahaman makna kalimat. Kerancuan bahasa ini sempat heboh di suatu negeri, dimana tempo lalu itu banyak orang yang berlomba-lomba menjadi pakar bahasa.



Gue cuma sekedar sharing pengetahuan bahasa gue yang masih dasar dan jauh dari sempurna ini, yang gue pernah pelajari di bangku sekolahan. Draft tulisan ini sebenarnya juga sudah tersimpan lama banget, sama lamanya saat terjadi kasus gagal paham massal yang bombastis di “suatu negeri”. Sampai terdengar beritanya di dunia internasional juga, lho.

So, opini yang dishare ini sudah gue edit dengan gaya penulisan yang lebih santun. Sangat santun. Udah paling santun :p Hanya membahas samar-samar tentang topik utamanya yang diselingi sedikit humor satir. (Tapi, maap kalo crispy bak kulit ayam kaefci) Soalnya kalo terlalu 'terbuka', jaman sekarang upload apa aja serba viral dan tercyduk. Pssst!

Oke, Let’s learn together.

Pasif VS Aktif

Kalian bisa membedakan kalimat pasif dan aktif?

Kalau gue tulis:

Amir ditimpuk batu = kalimat pasif (O-P-S)


Kalian setuju?

Ya, kalimat diatas adalah contoh kalimat pasif. 100 buat yang setuju sama gue.

Next step. Apa makna kalimat diatas?

Walau sebenarnya, makna yang ditangkap oleh orang yang menyebut kalimat itu benar mungkin bisa keliru dari makna kalimat yang sebenarnya. *Bacanya pelan-pelan* :p

Kalau gue baca, makna kalimat itu masih rancu alias belum benar-benar jelas.
Kenapa gitu? Simple saja sih untuk memahami makna sebuah kalimat. Coba ubah sebuah kalimat kedalam bentuk pasif dan aktif secara bersamaan, lalu bandingkan. Cara ini sekaligus untuk mengetes apakah sebuah kalimat sudah benar atau belum secara tata bahasa dan apakah maknanya sudah tepat.

Setelah diubah ke bentuk aktif, aneh gak maknanya? 

Amir ditimpuk batu. = kalimat pasif (O-P-S) 


Batu menimpuk Amir. = kalimat aktif (S-P-O) → Batunya hidup (?)


Mungkin, ‘batu’ disini maksudnya adalah Geodude pokemon.

Image result for geodude pokemon
Batu yang ternista
Terasa ganjil?
Cie elah. Ganjil~ Formal beud. #slapped

Kalau kalimatnya memang seperti itu, maka benar yang bersalah adalah si Batu. Si batu itu biang keroknya (subjek) sehingga kepala si Amir berdarah.
Batu itu yang menimpuk Amir. Batu itu nista =.=a

Tapi secara makna, kalimat seperti itu pasti gak masuk akal.
Di dunia nyata dan dalam konteks pembicaraan ini, kalian pasti gak berfikir kalau Batu nya yang bersalah, kan?

Jadi, kalau kalian mau cerita peristiwa penimpukan tadi ke geng arisan, kalimat yang tidak rancu adalah:
  
Amir ditimpuk pakai batu

(bentuk baku: memakai, menggunakan batu)

Kalimat ini menegaskan Amir sebagai objek penderitanya dan batu sebagai keterangan alatnya, alih-alih sebagai subjek kalimat.

Jadi, apakah si batu yang bersalah? Apakah si batu yang nista? Yakaliii~ Jangan salahkan batu. Batu hanyalah alat yang dipakai pelaku sebenarnya untuk menimpuk Amir. Hiks, kasian Amir :(

Gue kagak menistakan batu. Gue disini membela batu. Karena emang bukan batu yang nista!

Lalu, siapa sih yang tega banget nimpuk Amir pakai batu?
Nah, kita cari Subjek pelaku yang jadi biang keroknya

Jangan Gagal Paham 

Kalimat tadi sebenarnya merupakan kalimat yang belum legkap (belum terpenuhi semua unsur SPOK)

Biar tidak ada kerancuan, baiknya kalimat tadi menjadi seperti ini:

Amir ditimpuk pakai batu oleh Udin = kalimat pasif 


(O-P-Keterangan-kata depan-S)


Nah, Udin lah biang keroknya. Nista kau Udin! Tercyduk kau! 

Tapi, masih ada yang beranggapan bahwa batunya yang salah karena menimpuk Amir. Pemahaman seperti ini yang namanya Penistaan terhadap batu. (plus ngaco)

Mana ada batu menimpuk manusia~ Kzl

Adanya, manusia yang menggunakan batu sebagai alat untuk menjatuhkan korban. Perbuatan manusia itulah yang nista.

Eh, siapa sih “Udin” yang awalnya gak di-mention itu?
You guess by yourself J

Kesimpulannya,

Objek penderita = Amir. Subjek pelaku = Udin.Batu = keterangan benda atau alat


Belajar Memahami Konteks

Oke, kita coba pakai kalimat lain.

Anak kecil dibodohi pakai gadget.

Adakah yang menangkap maknanya menjadi seperti ini?
Gadgetlah yang jahat.

Gadget membodohi anak kecil.

Sayangnya, seperti itulah yang sering terjadi. Kita tidak betul-betul menyimak tiap hal yang kita dengar dan kita baca. Kita juga terlalu menikmati bacaan yang sepotong-sepotong yang penting seru dan akhirnya ikutan terbawa suasana. Menyimak itu artinya mendengar dengan seksama dengan tidak sambil lalu.

Saat mendengar pernyataan barusan, apakah kita langsung kritis bertanya, siapa yang ngebolehin anak itu kebanyakan main gadget sehingga bodoh? Bukankah orangtua atau kakaknya yang jahat? Bukan gadget-nya. Jadi, dalam konteks pembicaraan anak-anak dan gadget, gak salah kan kalau gue memperjelas kalimat tadi menjadi:

Orang dewasa membodohi anak kecil pakai gadget.

Tapi sebenarnya, walaupun sebuah kalimat itu belum lengkap (tidak menyebutkan siapa subjeknya), sebagai manusia yang mempunyai akal dan pikiran, kita semua juga pastilah diberi kemampuan menganalisa oleh Tuhan. Tergantung kita, apakah mau digunakan atau tidak akal sehat yang diberikan oleh Tuhan itu.

*Sekedar perumpamaan*
Batu tidak bisa berbuat apa-apa. Batu yang tergeletak tak ubahnya benda mati yang tidak punya kuasa apapun. Batu itu barulah punya kuasa dan berfungsi sesuai dengan siapa yang menggunakannya. Simpelnya, fungsi suatu benda tergantung pada benda itu jatuh ditangan siapa. (Seperti contoh gadget tadi)

Batu bisa menjadi alat bantu kejahatan efektif di tangan jahat Udin yang tidak peduli fungsi sebenarnya dari batu itu karena dia hanya tau mengejar kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan sesamanya, si Amir. Tapi, batu bisa menjadi berfaedah dan membawa manfaat bagi orang banyak di tangan tukang bangunan yang paham fungsi batu tadi sebagai salah satu pondasi bangunan yang kokoh.

Semua hal yang bisa kita lihat di bumi ini pun bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu yang rela menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan buruknya.

Batu bisa kalian ganti dengan hal lain yang sering dipakai untuk tujuan ‘tertentu’.
Kalian juga bisa reimagine sosok Udin yang jahat dan sosok tukang bangunan yang memang paham per-batu-an.


Last but not least, walaupun kata yang terucap bibir sudah layak dan pantas, tapi ada hal-hal lain diluar segala ilmu pengetahuan yang sifatnya gak terkontrol. Benar secara tata bahasa dan baik secara makna dan tujuan tapi berujung salah dan menista. Memang di dalam kondisi sosial tertentu yang tidak kondusif, menjadi tidak ‘dibenarkan’ dan tidak ‘dianggap baik’ bisa saja terjadi.

Wait, cukup sudah dengan batu, Udin, Amir, dan nista.
Cukup juga kata-kata mutiaranya :p
Masih ada yang menggantung.

Kasus apa sih yang cetar membahana di satu antero negeri itu?
Negeri apa?
Wakanda?
.
.
.
.
Yup, land of King T’Challa
*kidding*

Coz, di negeri ini kan lagi heboh bahasa Wakanda pas perang lawan pasukan Thanos

Nippon Paint! Nippon Paint! :p


Jadi, udah ketebak deh kejadian heboh apa yang gue maksud.
Masih ada yang belom ngeh? Cukuplah kalian menebak-nebak sendiri.
Toh, sebagai netijen yang budiman kita semua sudah terbiasa lebih senang menebak-nebak sesuatu terlebih dahulu sebelum tau kebenarannya kan. Kita suka sesuatu yang masih ‘katanya’ dan belum tentu fakta alias Gosip. Termasuk gue. Karena yang digosok itu semakin sip(?)

Salam,
Wakanda Forevaaa!





***


FYI. Tulisan tadi mostly inspired by pelajaran kuliah yang tiba-tiba muncul di otak gue, lho. Bukan SMP atau SMA. Ya, Kuliah. Bayangin! Kuliah jurusan Ekonomi masih ada aja ujian bahasa Indonesia. Ahahaha.
But, I thank my Bahasa lecturer for teaching me such interesting linguistic knowledge. Now, I know the truth :p

Bahkan, tulisan panjang lebar ini sebenarnya cuma pelajaran dasar Bahasa Indonesia di tingkat Sekolah Dasar yang seharusnya sederhana dan sudah dipahami oleh semua penutur Bahasa Indonesia, terlebih lagi warga Indonesia. Intinya, simple aja. Dalam melihat suatu gonjang-ganjing yang terjadi di negeri ini, gue berusaha menimbulkan semangat berfikir netral di depan, buka hati, buka pikiran, dan jangan cepat menghakimi di akhir. 

0 comments:

Post a Comment

Komentar Anda